Mengenal Omnibus Law: Definisi, Dampak, dan Pasal Kontroversial di Indonesia

Omnibus Law telah menjadi salah satu kebijakan paling kontroversial dalam sejarah Indonesia modern, memicu perdebatan sengit antara pemerintah dan berbagai kelompok masyarakat.

Omnibus Law adalah undang-undang yang menggabungkan berbagai aturan dari sejumlah undang-undang menjadi satu regulasi tunggal, dengan tujuan menyederhanakan dan menyelaraskan regulasi di berbagai sektor.

Konsep yang berasal dari istilah Latin “untuk semuanya” ini memungkinkan perubahan puluhan undang-undang sekaligus dalam satu paket legislasi.

Ilustrasi timbangan keadilan dengan dokumen hukum dan orang-orang dari berbagai latar belakang yang sedang berdiskusi dan menyampaikan protes di depan gedung pemerintahan Indonesia.

Disahkan pada Oktober 2020, Omnibus Law Cipta Kerja mencakup berbagai aspek mulai dari ketenagakerjaan, investasi, hingga lingkungan hidup.

Pemerintah mengklaim kebijakan ini akan meningkatkan iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja baru.

Namun, implementasinya menuai protes keras dari berbagai kalangan yang menilai beberapa pasal merugikan pekerja dan lingkungan.

Definisi dan Tujuan Omnibus Law

Ilustrasi sebuah buku hukum besar dengan berbagai orang dari latar belakang berbeda yang sedang berdiskusi dan beberapa menunjukkan protes, menggambarkan dampak dan kontroversi Omnibus Law di Indonesia.

Omnibus Law merupakan konsep perundang-undangan yang menggabungkan berbagai materi muatan dari beberapa undang-undang berbeda ke dalam satu regulasi tunggal.

Konsep ini diterapkan untuk menyederhanakan sistem regulasi dan mengatasi tumpang tindih peraturan yang menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Pengertian Omnibus Law dalam Sistem Hukum Indonesia

Omnibus Law atau omnibus bill adalah undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda.

Keberadaannya mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus dalam satu payung hukum.

Konsep ini berasal dari sistem common law yang sering digunakan di Amerika Serikat.

Dalam Black’s Law Dictionary, omnibus bill didefinisikan sebagai undang-undang tunggal yang memuat berbagai materi berbeda atau mengatur semua hal mengenai suatu jenis materi muatan tertentu.

Di Indonesia, konsep ini berbeda dengan pembuatan undang-undang konvensional yang biasanya fokus pada satu isu atau sektor tertentu.

Omnibus Law memungkinkan pemerintah untuk merevisi dan menggabungkan multiple regulasi secara bersamaan.

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, Omnibus Law tetap berkedudukan sebagai undang-undang biasa dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia.

Posisinya berada di bawah UUD 1945 namun lebih tinggi dari peraturan pemerintah dan peraturan daerah.

Dasar Hukum dan Latar Belakang Penerapan

Meskipun UU No. 12 Tahun 2011 tidak mengenal istilah omnibus law secara eksplisit, ketentuan omnibus law tetap tunduk pada pengaturan undang-undang tersebut.

Dasar hukumnya merujuk pada Pasal 7 UU 12/2011 tentang hierarki peraturan perundang-undangan.

Materi muatan yang dapat diatur dalam omnibus law harus sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, meliputi:

  • Pengaturan lebih lanjut ketentuan UUD 1945
  • Perintah undang-undang untuk diatur dengan undang-undang
  • Pengesahan perjanjian internasional tertentu
  • Tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi
  • Pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat

Latar belakang penerapan omnibus law di Indonesia dipicu oleh kompleksitas regulasi yang saling bertentangan.

Kondisi ini menciptakan hambatan bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Tujuan Pembentukan Omnibus Law

Tujuan utama pembentukan omnibus law adalah mengatasi permasalahan regulasi yang tumpang tindih dan menghambat percepatan ekonomi serta investasi.

Konsep ini dirancang untuk menyederhanakan dan menyelaraskan berbagai aturan dalam satu payung hukum.

Omnibus law bertujuan mengatasi dua persoalan krusial.

Pertama, masalah kriminalisasi pejabat negara yang takut menggunakan diskresi dalam kebijakan anggaran karena risiko jerat pidana korupsi.

Kedua, omnibus law digunakan untuk penyeragaman kebijakan pusat dan daerah dalam menunjang iklim investasi.

Konsep ini menjadi solusi singkat untuk mengatasi peraturan perundang-undangan yang saling berbenturan secara vertikal maupun horizontal.

Manfaat lainnya meliputi mempercepat proses perizinan, menarik investasi asing, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.

Omnibus law juga berfungsi sebagai undang-undang payung yang memiliki kekuatan terhadap aturan lain di bawahnya.

Isi Omnibus Law dan Pasal Kontroversial

Sekelompok orang dari berbagai latar belakang berkumpul di depan gedung pemerintahan besar, menunjukkan suasana protes damai terkait undang-undang kontroversial.

Omnibus Law Cipta Kerja mengatur 11 klaster utama yang mencakup berbagai aspek perekonomian Indonesia.

Beberapa pasal dalam bidang ketenagakerjaan, lingkungan, dan pengupahan mendapat kritik keras karena dinilai merugikan pekerja dan lemah dalam perlindungan lingkungan.

Ringkasan Klaster Utama dalam Omnibus Law

UU Cipta Kerja terdiri dari 11 klaster yang mengatur berbagai sektor ekonomi.

Klaster utama meliputi kemudahan berusaha, ketenagakerjaan, dan kemudahan investasi.

Klaster yang diatur meliputi:

  • Penyederhanaan perizinan berusaha
  • Persyaratan investasi
  • Ketenagakerjaan
  • Kemudahan dan perlindungan UMKM
  • Kemudahan berusaha sektor perdagangan
  • Investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional

Sektor ketenagakerjaan menjadi klaster paling kontroversial.

Aturan ini mengubah banyak ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

Klaster lainnya mengatur zonasi, pertanahan, dan investasi asing.

Kemudahan perizinan menjadi fokus utama untuk menarik investor.

Pasal-Pasal Bermasalah dalam Bidang Ketenagakerjaan

Pasal 59 mengubah ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Aturan baru menghilangkan batasan waktu maksimal dua tahun untuk kontrak kerja.

Perubahan signifikan dalam PKWT:

  • Tidak ada lagi batasan waktu kontrak
  • Perpanjangan kontrak diserahkan pada kesepakatan
  • Status pekerja tetap menjadi tidak pasti

Pasal 77 tentang waktu kerja memberikan pengecualian untuk sektor tertentu.

Detail pengaturannya diserahkan pada Peraturan Pemerintah.

Penghapusan Pasal 91 UU Ketenagakerjaan menghilangkan sanksi bagi pengusaha.

Pasal ini sebelumnya melindungi pekerja dari upah di bawah standar minimum.

Ketentuan baru memungkinkan pengusaha membayar upah lebih rendah.

Tidak ada lagi kewajiban hukum untuk mematuhi upah minimum.

Ketentuan Lingkungan dan UMKM

Klaster lingkungan hidup menyederhanakan prosedur AMDAL.

Aturan baru mengganti AMDAL dengan UKL-UPL untuk proyek tertentu.

Perubahan dalam aspek lingkungan:

  • Penyederhanaan izin lingkungan
  • Penggabungan beberapa jenis izin
  • Pengurangan tahapan evaluasi

Sektor UMKM mendapat kemudahan perizinan dan akses pembiayaan.

Aturan baru mempermudah pendaftaran dan operasional usaha kecil.

Kritik muncul karena lemahnya perlindungan lingkungan.

Penyederhanaan AMDAL dinilai mengabaikan dampak ekologis jangka panjang.

Regulasi Pengupahan dan Sistem Kerja

Pasal 88B memperkenalkan sistem upah berdasarkan satuan hasil.

Ketentuan ini memberikan kebebasan pengusaha menentukan besaran upah per unit produksi.

Sistem pengupahan baru mencakup:

  • Upah berdasarkan satuan waktu
  • Upah berdasarkan satuan hasil
  • Kombinasi kedua sistem tersebut

Aturan teknis pengupahan diserahkan pada Peraturan Pemerintah.

Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja tentang standar upah minimum.

Sistem upah per satuan berpotensi merugikan pekerja.

Tidak ada jaminan upah minimum jika target produksi tidak tercapai.

Pengaturan jam kerja menjadi lebih fleksibel bagi pengusaha.

Sektor tertentu dapat menerapkan jam kerja berbeda dari standar 40 jam per minggu.

Dampak Omnibus Law bagi Masyarakat

UU Cipta Kerja yang disahkan pada Oktober 2020 membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Dampak ini mencakup perubahan fundamental dalam hubungan industrial, kebijakan lingkungan, sektor UMKM, hingga respons beragam dari berbagai kelompok masyarakat.

Perubahan Hak dan Perlindungan Pekerja

Omnibus Law mengubah beberapa ketentuan mendasar dalam perlindungan pekerja.

Pasal 88B memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan sistem upah per satuan output, yang berpotensi menurunkan standar upah minimum.

Penghapusan Pasal 91 UU Ketenagakerjaan menghilangkan kewajiban pengusaha membayar upah sesuai standar minimum.

Sebelumnya, pasal ini menjamin upah tidak boleh lebih rendah dari ketentuan perundang-undangan.

Perubahan signifikan terjadi pada sistem kontrak kerja.

Perusahaan tidak lagi berkewajiban mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap dalam jangka waktu tertentu.

Hak Guna Usaha (HGU) diperpanjang langsung menjadi 90 tahun, berbeda dengan sistem sebelumnya yang hanya 25-35 tahun dengan syarat perpanjangan.

Perubahan ini berpotensi memperdalam konflik agraria.

Perlindungan khusus pekerja perempuan juga mengalami perubahan.

Cuti haid dan keguguran tidak lagi diatur secara eksplisit, melainkan diserahkan pada perjanjian kerja internal perusahaan.

Dampak terhadap Lingkungan dan Investasi

Omnibus Law menerapkan pendekatan berbasis risiko dalam perizinan lingkungan.

Sistem ini mengkategorikan kegiatan usaha berdasarkan tingkat risiko dampak lingkungan.

Partisipasi masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) mengalami pembatasan.

Prosedur yang sebelumnya melibatkan konsultasi publik kini disederhanakan untuk mempercepat investasi.

Proyek Strategis Nasional mendapat kemudahan perizinan khusus.

Pembangunan infrastruktur seperti bandara dan pelabuhan diprioritaskan meski berpotensi menggusur lahan petani dan nelayan.

Kemudahan investasi ditingkatkan melalui penyederhanaan regulasi dan percepatan perizinan.

Investor asing mendapat akses lebih luas ke berbagai sektor yang sebelumnya terbatas.

Manfaat dan Tantangan bagi UMKM

Omnibus Law menyederhanakan prosedur perizinan usaha untuk mendukung kemudahan berusaha bagi UMKM.

Sistem Online Single Submission (OSS) diperluas untuk mempercepat pengurusan izin.

Perizinan berbasis risiko memungkinkan UMKM dengan risiko rendah memperoleh izin lebih cepat.

Klasifikasi usaha berdasarkan skala dan dampak mempermudah proses administratif.

Kemudahan akses permodalan ditingkatkan melalui penyederhanaan persyaratan kredit.

Bank dan lembaga keuangan mendapat fleksibilitas lebih besar dalam memberikan pembiayaan UMKM.

Namun, liberalisasi sektor pertanian berpotensi merugikan petani kecil.

Komoditas impor mendapat akses lebih mudah, yang dapat mengancam daya saing produk lokal.

Perlindungan lahan pertanian produktif mengalami pengurangan.

UMKM di sektor agribisnis menghadapi tantangan dari kompetisi produk impor yang lebih murah.

Kritik serta Dukungan dari Berbagai Pihak

Serikat pekerja dan organisasi buruh menolak keras pengesahan Omnibus Law.

Mereka menilai UU ini merugikan hak-hak fundamental pekerja dan mengurangi jaminan kesejahteraan.

Akademisi dari berbagai universitas menyatakan penolakan terhadap metode omnibus law.

Mereka menganggap prosedur pembentukan UU ini tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Amnesty International Indonesia menilai UU Cipta Kerja berpotensi menciptakan krisis HAM baru.

Organisasi ini mengkritik kurangnya konsultasi publik dalam proses penyusunan.

Kalangan pengusaha dan investor memberikan dukungan terhadap Omnibus Law.

Mereka menilai regulasi baru akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam menarik investasi.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan judicial review melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Implementasi UU ditangguhkan karena adanya cacat formil dalam prosedur pembentukan.

Pemerintah membela kebijakan ini sebagai upaya reformasi struktural untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Protes dan Respons terhadap Omnibus Law

Pengesahan UU Cipta Kerja memicu gelombang demonstrasi massal dari berbagai kalangan masyarakat.

Kritik terfokus pada pasal-pasal kontroversial yang dianggap merugikan buruh dan lingkungan.

Latar Belakang Gelombang Protes

Demonstrasi besar-besaran pecah pada Oktober 2020 setelah DPR RI mengesahkan RUU Cipta Kerja.

Ribuan buruh, mahasiswa, dan aktivis turun ke jalan di berbagai kota.

Alasan utama penolakan:

  • Proses pembahasan yang dinilai terburu-buru
  • Minimnya keterlibatan publik dalam penyusunan
  • Naskah final yang tidak dipublikasikan sebelum pengesahan

Aksi protes meluas hingga ke daerah dengan partisipasi serikat buruh nasional.

Demonstran menuntut pencabutan undang-undang secara keseluruhan.

Pemerintah merespons dengan memperkuat keamanan di gedung DPR dan istana negara.

Aparat kepolisian melakukan tindakan preventif untuk menjaga stabilitas.

Aspirasi Buruh dan Aktivis Lingkungan

Serikat buruh mengkritik keras pasal-pasal yang mengubah sistem ketenagakerjaan.

Pasal 42 UU Ketenagakerjaan yang direvisi dianggap membuka pintu masuknya tenaga kerja asing tanpa kontrol ketat.

Organisasi buruh internasional yang tergabung dalam International Trade Union juga menyuarakan keberatan.

Mereka menilai regulasi baru mengancam kesejahteraan pekerja Indonesia.

Kritik utama dari kalangan buruh:

  • Penghapusan batasan waktu kontrak kerja
  • Pengurangan pesangon pemutusan hubungan kerja
  • Fleksibilitas berlebihan bagi pengusaha

Aktivis lingkungan menentang pasal-pasal yang melemahkan perlindungan lingkungan hidup.

Proses perizinan yang dipermudah dinilai berpotensi merusak ekosistem.

Transparansi dan Partisipasi Publik

Proses penyusunan omnibus law dikritik karena kurangnya transparansi publik.

Naskah akademik dan draf RUU tidak dipublikasikan secara luas untuk mendapat masukan masyarakat.

DPR RI menyelenggarakan rapat dengar pendapat terbatas dengan stakeholder tertentu.

Partisipasi organisasi masyarakat sipil dinilai tidak memadai dalam proses legislasi.

Masalah transparansi yang disorot:

  • Naskah final berbeda dengan draf yang beredar
  • Waktu pembahasan yang singkat
  • Keterbatasan akses informasi bagi publik

Pemerintah berdalih bahwa konsultasi telah dilakukan melalui berbagai forum.

Namun, kritik tetap bermunculan terkait kualitas dan cakupan keterlibatan masyarakat.

Perkembangan Terbaru Pasca Pengesahan

Mahkamah Konstitusi menerima beberapa permohonan judicial review terhadap UU Cipta Kerja.

Pemohon terdiri dari akademisi, serikat buruh, dan organisasi masyarakat sipil.

Pemerintah menerbitkan serangkaian peraturan pelaksana untuk memperjelas implementasi undang-undang.

Upaya sosialisasi intensif dilakukan ke berbagai daerah.

Langkah pemerintah pasca kritik:

  • Penyusunan peraturan teknis yang lebih detail
  • Dialog dengan serikat buruh dan pengusaha
  • Program sosialisasi kepada masyarakat

Beberapa pasal kontroversial masih menjadi perdebatan di tingkat implementasi.

Pengawasan ketat diperlukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan.